REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN
REPUBLIK
INDONESIA
Tema
“Menuju Indonesia yang Sejahtera, Demokrasi dan Berkeadilan
2014”
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Tugas yang Diberikan Lembaga Universitas
Suryakancana Cianjur
Khususnya Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
Universitas Suryakancana Cianjur
Pada Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial
Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan
Oleh :
CHAIRUL FAUZI ROSIDIAN
NPM. 01020201080218
Tingkat : 3 B
Semester : V
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SURYAKANCANA
CIANJUR
2011
KATA
PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan limpah kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, seorang reformis sejati yang
menjadi pemimpin dunia membawa umat manusia kearah yang benar dan sebagai Nabi akhir jaman, tak lupa
kepada keluarga dan sahabatnya serta kita sebagai umatnya yang selalu
mengharapkan syafaat nanti di yaumil akhir.
Berkat rahmat, karunia dan ridho-Nya
yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan lancar.
Judul yang penulis ajukan adalah REFORMASI BIROKRASI
DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Dengan Tema “Menuju Indonesia yang sejahtera, demokrasi dan
berkeadilan 2014”
Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menempuh tugas yang diberikan pihak lembaga Universitas Suryakancana Cianjur
khususnya dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana
Cianjur pada Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan.
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan, bahasa maupun
isinya. Hal tersebut mengingat kepada keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki, namun penulis sangat berharap
semoga makalah yang disusun ini dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Cianjur, 7 Februari
2011
Penulis,
RINGKASAN
PEMBAHASAN
REFORMASI BIROKRASI
Apa itu birokrasi ? Pertama perlu diberikan
penjelasan terhadap adanya kesalahpahaman umum bahwa pengertian birokrasi
diberikan kepada hal-hal seperti jika seorang ingin mendapatkan informasi
tertentu dikirim dari pejabat satu kepada pejabat yang lain, tanpa mendapatkan
informasi yang diinginkan. Demikian pula keharusan pengisian formulir-formulir
dalam enam lembar atau lebih. Sehingga birokrasi dihubungkan dengan
kemacetan-kemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi. Padahal
pengertian birokrasi yang sebenarnya bukan itu. Birokrasi dimaksudkan untuk
mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
banyak orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan
untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir
secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang. Dalam suatu perumusan
lain dikemukakan bahwa birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan
pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat
spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh
aparatur pemerintah (Tjokroamidjoyo, Bintoro, 1988).
Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi
tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami sakit bureaumania
seperti kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan
nepotisme. Birokrasi dijadikan alat status quo mengkooptasi (kerja sama)
masyarakat guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan. Birokrasi Orde Baru
dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik
pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai aktor public services
yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan sumber
masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, sehingga terjadi diskriminasi dan
penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi
Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu
sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas,
mencakup di dalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society),
supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang
saling terkait dan mempengaruhi. Menurut Prof. Prijono, "Tujuan utama
reformasi birokrasi yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak
memihak dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan
terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani kepentingan
masyarakat". Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian
tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Reformasi
merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk
buruknya kinerja birokrasi.
Dikarenakan keadaan birokrasi Indonesia yang masih
kacau balau pasca orde baru, maka diperlukan adanya reformasi birokrasi di
setiap lembaga birokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, kita selaku masyarakat
dan warga negara perlu mengetahui apa itu reformasi birokrasi, selain itu juga
agar masyarakat dapat mengetahui seberapa efektif reformasi birokrasi yang
sudah berjalan di lembaga-lembaga birokrasi Indonesia sampai saat ini.
Reformasi birokrasi, adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan
rakyat. Pengertian reformasi birokrasi sendiri ialah, suatu usaha perubahan
pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan
keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Reformasi birokrasi ruang lingkupnya
tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan
pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan
permasalahan yang bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam negara yang mengikuti sistem
demokrasi kehadiran partai politik dalam birokrasi pemerintahtidak bisa
dihindari. Menurut teori liberal, birokrasi pemerintah itu menjalakan
kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung dengan rakyat
melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan dmikian birokrasi
pemerintah itu tidak hanya didominasi oleh pejabat-pejabat birokrasi saja yang
meniti karier di dalamnya, melainkan pula bagian-bagian lain yang ditempati
oleh pejabat-pejabat politik. Demikian pula sebaliknya di dalam birokrasi
pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik dari partai politik
saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional.
Ketika kehadiran partai politik yang
berupa pejabat-pejabat politik dalam birokrasi pemerintah tersebut mulai
timbul, maka timbul pulalah suatu pertanyaan tentang hubungan keduanya.
Pertanyaan ini sebenarnya merupakan pertanyaan klasik yang dahulu pernah di
kemukakan oleh Woodrow Wilson sebagai perwujudan dari perbedaan antara politik
dan administrasi.
Di Indonesia ketika baru
saja merdeka tahun 1945, tata kepemerintahan kita banyak diwarnai oleh kehidupan partai
politik. Tidak lama setelah Maklumat Wakil Presiden Moh. Hatta yang dikenal
dengan sebutan Maklumat X pada tanggal 16 Oktober 1945, maka rakyat serentak
mendirikan banyak partai politik mulai saat itu kabinet yang merupakan
organisasi eksekutif pemerintahan mulai dipimpin oleh partai politik. Kabinet
Presidensial yang telah ditetapan oleh UUD 1945 hanya berlaku beberapa bulan
saja dan kemudian diganti dengan Kabinet Parlementer. Kabinet Parlementer ini
diberlakukan dalam negara yang berdasarkan UUD 45 yang mengikuti Kabinet
Presidensial. Mulai saat itu kabinet dipimpin oleh orang-orang dari partai
politik. Presiden sebagai keapa negara menunjuk seorang dari partai tertentu
untuk bertindak sebagai formatur yang akan membentuk susunan kabinet. Formatur
ini yang biasanya akan menjadi Perdana Menteri yang memimpin kabinet. Semua menteri
anggota kabinet ditunjuk berdasarkan keanggotaan partai politik yang bersedia
berkoalisi dengan partainya formatur kabinet. Namun demikian, ada pula menteri
yang ditunjuk bukan karena mewakili partai politik tertentu, melainkan karena
keahlian dan kemampuan individunya. Menteri yang tidak berpartai ini tidak
banyak, dan pada umumnya menteri yang berada di kabinet adalah mereka yang
berpartai.
Kehadiran partai politik dalam
pemerintahan membawa pengaruh besar terhadap kehidupan birokrasi pemerintah. Salah
satu pengaruh itu ialah birokrasi pemerintah terkontaminasi terhadap bermacam
dan beragam perbedaan ideologi yang dibawa partai politik. Tidak jarang terjadi
bahwa suatu partai politik yang memimpin suatu kementrian untuk sekian lama
telah tertanam pengaruh partai dalam kementerian tersebut. Tidak pula jarang
terjadi suatu departemen yang menterinya dari partai tertentu, maka struktur
jabatan dan pejabat yang mendudukinya dari partai yang sama dengan partai
menterinya dari pusat sampai ke daerah. Pada waktu itu banyak dikenal bahwa
Kementerian Dalam Negeri yang menterinya dari Partai Nasional Indonesia (PNI),
maka struktur jabatan mulai dari Menteri sampai ke lurah di desa adalah
orang-prang PNI. Demikian pula Kementerian Agama yang dipimpin oleh menteri
dari NU, maka mulai dari Menteri sampai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan dijabat oleh orqang-orang partai NU.
Kehadiran partai politik dalam
pemerintahan sejak dari Kabinet Sjhrir pertama sampai dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 berlangsung secara intensif. Mulai dari ketika Presiden
Soekarno kembali ke UUD 1945, Kabinet kembali ke bentuk Presidensial, maka
Kaninet tidak lagi bisa dibubarkan dan kabinet tidak bertanggung jawab kepada
presiden. Para Menteri yang ditunjuk tidak lagi membawa partai tertentu.
Ketika Presiden Soekarno “jatuh” dan
pemerintah diganti oleh pemerintah orde baru, partai politik tidak lagi bisa
berperan aktif dalam pemerintahan. Peran partai politik digantikan oleh Golkar
yang menamakan dirinya bukan partai politik. Kelembagaan birokrasi pemerintah
dipimpin dan dikuasai oleh Golkar. Pemilihan umum dilakukan setiap 5 tahun
sekali dan pemenangnya adalah bukan partai politik akan tetapi Golkar. Aneh
memang, bukan partai politik tetapi ikut main politik berupa sebagai kontestan
pemilihan umum setiap 5 tahun sekali dan selalu keluar sebagai pemenang mutlak.
Dengan kemenangan pemilu tersebut maka Golkar selalu memimpin kabinet dan
pemerintahan pada umumnya. Semua Menterinya adalah orang-orang Golkar, dan ini
berlangsung cukup lama selama 32 tahun di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Sekarang ketika masa reformasi selama
4 tahun di bawah 3 Presiden tampaknya sulit untuk melakukan perubahan sikap
mental dan perilaku sistem pemerintahan birokrasi kita. Partai-partai politik
yang memerintah ribut untuk menanamkan pengaruh dan orang-orangnya ke dalam
birokrasi pemerintah. Cerita lama terulang kembali, rama-ramai mendirikan
“bangunan pengaruh” ke dalam birokrasi pemerintah sebagai sumber kakuatan untuk
menyiapkan diri memenangkan pemilu mendatang. Semua partai politik menyadari
bahwa bangunan birokrasi pemerintah itu menjulur dari pusat pemerintahan sampai
ke struktur yang paling bawah mendekati rakyat. Bangunan seperti itu merupakan
sarana yang efektif untuk mempengaruhi rakyat agar memilih partainya. Sementara
itu fasilitas yang ada di pemerintah sangat berharga untuk tidak disia-siakan
guna kemanfaatan partainya. Itulah sebabnya rangkapan jabatan partai politik di
birokrasi pemerintah sulit diberantas dan masih dipertahankan dengan segala
cara. Dalih mereka ialah, ketika pemerintahan Golkar jabatan rangkap dan
fasilitas pemerintah, mengapa setelah reformasi sekarang ini kita tidak boleh
menikmatinya. Inilah aji mumpung yang menghinggapi mental dan akhlak para
pejabat sekarang.
Makalah ini terdiri dari beberapa
pembahasan diantaranya yang menjelaskan tentang bagaimana birokrasi
pemerintahan dan partai politik berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada kehidupan rakyat Indonesia, membahas
birokrasi dan administrasi publik, tata kepemerintahan yang baik, membahas
tentang partai politik dan birokrasi pemerintahan Indonesia, dan menguraikan
tentang aspek kelembagaan dalam birokrasi pemerintahan sipil madaniah.
B. Rumusan Masalah
Agar masalah yang akan dibahasa lebih
jelas dan terarah, maka perlu dirumuskan dalam bentuk perumusan masalah yaitu :
“Apakah birokrasi dan tata kelola pemerintahan
Negara Republik Indonesia telah sesuai dengan kebutuhan raknyatnya?”
C. Pembatasan Masalah
Bila ditinjau dari segi rumusan
masalah, kiranya masalah tersebut masih terlalu luas untuk dibahas, maka perlu
dibatasi melalui pembatasan masalah, yaitu sebagai berikut :
1.
Pengertian
Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2.
Tujuan
Reformasi Birokrasi
3.
Strategi
Terwujudnya Reformasi Birokrasi
4.
Pengertian
Tata Pemerintahan yang Baik (good governance)
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh tugas yang diberikan pihak
lembaga Universitas Suryakancana Cianjur, khususnya dari Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana Cianjur pada Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam membuat makalah ini agar lebih memahaminya penulis
membuat beberapa tujuan penulisan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Pengertian Birokrasi dan
Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2. Untuk Mengetahui Tujuan Reformasi Birokrasi
3. Untuk Memahami Strategi Terwujudnya Reformasi
Birokrasi
4. Untuk Mengetahui Tata Pemerintahan yang Baik
E. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini merupakan salah satu cara yang digunakan
dalam penyusunan makalah ini. Penulis menggunakan beberapa metode diantyaranya :
1.
Metode tela’ah buku / studi pustaka, yakni penulis mencari pokok bahasan dari buku
sumber yang relevan dengan pembahasan yang dikaji.
2.
Internet,
yakni media jaringan komunikasi dan informasi dalam sebuah wahana softwere (web)
yang terdapat dalam aplikasi komputer.
F. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan makalah
ini diantaranya sebagai berikut :
1. Kita dapat Mengetahui Pengertian Birokrasi dan
Reformasi Birokrasi dalam sebuah Pemerintah
2. Kita dapat Mengetahui Tujuan Reformasi Birokrasi
3. Kita dapat Memahami Strategi Terwujudnya Reformasi
Birokrasi
4. Kita dapat Mengetahui Tata Pemerintahan yang Baik
KAJIAN TEORITIS
Apa itu birokrasi ? Pertama perlu diberikan
penjelasan terhadap adanya kesalahpahaman umum bahwa pengertian birokrasi
diberikan kepada hal-hal seperti jika seorang ingin mendapatkan informasi
tertentu dikirim dari pejabat satu kepada pejabat yang lain, tanpa mendapatkan
informasi yang diinginkan. Demikian pula keharusan pengisian formulir-formulir
dalam enam lembar atau lebih. Sehingga birokrasi dihubungkan dengan
kemacetan-kemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi. Padahal
pengertian birokrasi yang sebenarnya bukan itu. Birokrasi dimaksudkan untuk
mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh
banyak orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara
sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang. Dalam suatu perumusan lain
dikemukakan bahwa birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan
pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat
spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh
aparatur pemerintah (Tjokroamidjoyo, Bintoro, 1988).
1. Birokrasi Menurut Beberapa Pakar :
1.1 Max Weber
Pada dasarnya, Max Weber tidak
pernah secara definitif menyebutkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja
konsep ini lalu menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada
birokrasi. Gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya
birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di waktu hidup
Weber, yaitu birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia.
Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber sebagai tidak rasional.
Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan
Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak
mencapai hasil secara maksimal. Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber
kemudian mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah
birokrasi. Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal
typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
a. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan
yang berkesinambungan;
b. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang
yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi
dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi;
c. Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang
disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);
d. Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan
diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut,
manusia yang terlatih menjadi diperlukan;
e. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda
dengan anggota sebagai individu pribadi;
f. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;
g. Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen
tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat
organisasi modern; dan
h. Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil
banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada
dalam suatu staf administrasi birokratik.
Bagi Weber, jika ke-8 sifat di atas
dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi tersebut dapat dikatakan
bercorak legal-rasional.
Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi
pekerja (staf) di organisasi yang legal-rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di
sebuah organisasi legal-rasional adalah sebagai berikut :
a. Para anggota staf bersifat bebas secara pribadi,
dalam arti hanya menjalankan tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan
mereka;
b. Terdapat girarki jabatan yang jelas;
c. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas;
d. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak;
e. Para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi
profesional, idealnya didasarkan pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh
melalui ujian;
f. Para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga
dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam
hirarki. Pejabat dapat selalu menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan
tertentu, pejabat juga dapat diberhentikan;
g. Pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi
para pejabat;
h. Suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas
dasar senioritas dan keahlian (merit) serta menurut pertimbangan keunggulan
(superior);
i.
Pejabat
sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan sumber-sumber
yang tersedia di pos terbut, dan;
j.
Pejabat
tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam
Weber juga menyatakan, birokrasi itu
sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat) mempraktekkan kontrol
atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.”
Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal
oleh sebab tunduk pada aturan-aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun
juga. Rasional artinya dapat dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan
sebab-akibatnya.
Khususnya, Weber memperhatikan
fenomena kontrol superordinat atas subordinat. Kontrol ini, jika tidak
dilakukan pembatasan, berakibat pada akumulasi kekuatan absolut di tangan
superordinat. Akibatnya, organisasi tidak lagi berjalan secara rasional melainkan
sesuai keinginan pemimpin belaka.
Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan
atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point
berikut :
a. Kolegialitas.
Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan
orang lain dalam pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam
birokrasi, satu atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip
kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan.
b. Pemisahan Kekuasaan.
Pemisahan kekuasaan berarti
pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih.
Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara
badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil
tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan.
c. Administrasi Amatir.
Administrasi amatir dibutuhkan tatkala
pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi,
dapat saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut.
Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat
suara bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan
diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan
tugas tersebut.
d. Demokrasi Langsung.
Demokrasi langsung
berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya,
Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna
mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini
berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat
secara keseluruhan.
e. Representasi.
Representasi
didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya.
Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi
kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa
anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.
Hingga kini, pengertian orang mengenai
birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan
modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi
mereka lakukan.
1.2 Martin Albrow
Martin
Albrow adalah sosiolog dari Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan para
ahli seputar konsep birokrasi Weber. Akhirnya, ia sendiri mengajukan beberapa
konsepsinya seputar birokrasi.
Albrow
membagi 7 cara pandang mengenai birokrasi. Ketujuh cara pandang ini
dipergunakan sebagai pisau analisa guna menganalisis fenomena birokrasi yang
banyak dipraktekkan di era modern.
Ketujuh
konsepsi birokrasi Albrow adalah :
a.
Birokrasi
sebagai organisasi rasional
Birokrasi sebagai organisasi
rasional sebagian besar mengikut pada pemahaman Weber. Namun, rasional di sini
patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur secara pasti dan jelas. Kajian
sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti menurut hipotesis yang
diangkat.
Birokrasi dapat dikatakan
sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi. Secara
teknis, birokrasi juga mengacu pada mode pengorganisasian dengan tujuan
utamanya menjaga stabilitas dan efisiensi dalam organisasi-organisasi yang
besar dan kompleks. Birokrasi juga mengacu pada susunan kegiatan yang rasional
yang diarahkan untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Perbedaan dengan Weber adalah,
jika Weber memaklumkan birokrasi sebagai “organisasi rasional”, Albrow
memaksudkan birokrasi sebagai “organisasi yang di dalamnya manusia menerapkan
kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”
Birokrasi merupakan antitesis
(perlawanan) dari vitalitas administratif dan kretivitas manajerianl. Birokrasi
juga dinyatakan sebagai susunan manifestasi kelembagaan yang cenderung ke arah
infleksibilitas dan depersonalisasi. Selain itu, birokrasi juga mengacu pada
ketidaksempurnaan dalam struktur dan fungsi dalam organisasi-organisasi besar.
Birokrasi terlalu percaya
kepada preseden (aturan yang dibuat sebelumnya), kurang inisiatif, penundaan
(lamban dalam berbagai urusan), berkembangbiaknya formulir (terlalu banyak
formalitas), duplikasi usaha, dan departementalisme. Birokrasi juga merupakan
organisasi yang tidak dapat memperbaiki perilakunya dengan cara belajar dari
kesalahannya. Aturan-aturan di dalam birokrasi cenderung dipakai para
anggotanya untuk kepentingan diri sendiri.
Birokrasi merupakan pelaksanaan
kekuasaan oleh para administrator yang profesional. Atau, birokrasi merupakan
pemerintahan oleh para pejabat. Dalam pengertian ini, pejabat memiliki
kekuasaan untuk mengatur dan melakukan sesuatu. Juga, seringkali dikatakan
birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat.
Birokrasi merupakan komponen
sistem politik, baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik. Ia mencakup
semua pegawai pemerintah. Birokrasi merupakan sistem administrasi, yaitu
struktur yang mengalokasikan barang dan jasa dalam suatu pemerintahan. Lewat
birokrasi, kebijakan-kebijakan negara diimplementasikan.
Birokrasi dianggap sebagai
sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf administrasi yang
menjalankan otoritas keseharian menjadi bagian penting. Staf-staf itu terdiri
dari orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yang disebut birokrasai-birokrasi.
Fungsi dari orang-orang itu disebut sebagai administrasi.
f.
Birokrasi
sebagai suatu organisasi
Birokrasi merupakan suatu
bentuk organisasi berskala besar, formal, dan modern. Suatu organisasi dapat
disebut birokrasi atau bukan mengikut pada ciri-ciri yang sudah disebut
g.
Birokrasi
sebagai masyarakat modern
Birokrasi sebagai masyarakat
modern, mengacu pada suatu kondisi di mana masyarakat tunduk kepada
aturan-aturan yang diselenggarakan oleh birokrasi. Untuk itu, tidak dibedakan
antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun birokrasi negara. Selama
masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang ada di dua tipe birokrasi tersebut,
maka dikatakan bahwa masyarakat tersebut dikatakan modern.
2. Reformasi Birokrasi
Birokrasi dapat memicu
pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat tanpa
diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu sistem
di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga
sinergi yang konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi
masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan,
maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan
sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan
perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik
sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan
masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal
partisipative.
Birokrasi yang terjadi di Indonesia
saat ini masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang
tindih kegiatan antar instansi, struktur, norma, nilai,dan regulasi yang ada
juga masih berorientasi pada kekuasaan, budaya birokrasi yang masih bersifat
“dilayani” daripada “melayani”, dan juga banyaknya posisi-posisi terpenting
dalam lembaga birokrasi kita yang tidak diisi oleh orang-orang yang
berkompeten. Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga
penting yang merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu,
suatu perubahan pada birokrasi kita harus dilaksanakan, atau biasa yang dikenal
dengan reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi, adalah salah satu
cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian reformasi birokrasi sendiri
ialah, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah
struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama.
Reformasi birokrasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap
serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan
dengan authority atau formal power (kekuasaan).
Menurut Prof. Eko Prasojo, guru besar
sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI, untuk terwujudnya reformasi
birokrasi, maka diperlukan strategi-strategi reformasi birokrasi, yaitu :
2.
Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen
berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan
masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan
Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
3. Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service
quality meliputi dimensi tangibles,
reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
4. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan
pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.
Selain memerlukan strategi-strategi,
dipelukan pula tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu meningkatkan
pelayanan publik guna mendapatkan kembali kepercayaan rakyat, pelayanan publik
yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, serta perbaikan tingkat
kesejahteraan pegawai.
Reformasi birokrasi menjadi usaha
mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan negara.
Secara nyata, perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi
lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang
perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi.
1.1. Langkah internal
a.
Meluruskan
orientasi
Reformasi birokrasi
harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan
birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus
bermuara pada pelayanan masyarakat.
b.
Memperkuat
komitmen
Tekad birokrat untuk
berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad
yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi
banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada
stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak
memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
c.
Membangun
kultur baru
Kultur birokrasi kita
begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit
-belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan
pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani
secara terbuka, serta jelas kode etiknya.
d.
Rasionalisasi
Struktur kelembagaan
birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan
personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah
dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi
informasi.
e.
Memperkuat
payung hukum
Upaya reformasi
birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang
jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .
f.
Peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia
Semua upaya reformasi
birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya
manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber
daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen
kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan
kesejahteraan.
1.2. Langkah eksternal
a. Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi
merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami
tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan
menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang
patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang
berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian
memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.
b. Pengawasan masyarakat
Reformasi birokrasi
akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peranbirokrasi yang utama
adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat
dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Birokrasi dan Reformasi Birokrasi dalam
sebuah Pemerintahan
Dalam proses
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita sering medengar istilah
“birokrasi”, terutama dalam membahas soal pemerintahan dan negara. Terdapat
beberapa definisi mengenai makna dari kata birokrasi, diantaranya :
1.
Menurut
Tjokroamidjoyo birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan
pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat
spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh
aparatur pemerintah.
2.
Menurut Max
Weber juga menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin (superordinat)
mempraktekkan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem birokrasi
menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan birokrasi
sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-aturan
tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat
dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.
Menurut teori liberal bahwa
birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang
mempunyai akses langsung dengan rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam
pemilihan. Dengan demikian, maka birokrasi pemerintah
itu bukan hanya didominasi oleh para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian
tertentu yang diduduki oleh pejabat politik (Carino, 1994). Demikian pula
sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh
pemimpin politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang
profesional.
Pada masa Orde Baru
sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia
mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan
alat status quo mengkooptasi (kerja sama) masyarakat guna mempertahankan dan
memperluas kekuasaan. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk
mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan
sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus
menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi,
sehingga terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana
negara.
Agar Indonesia tidak
semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara
menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik
dan empirik yang luas, mencakup di dalamnya penguatan masyarakat sipil (civil
society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan
politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Menurut Prof. Prijono,
"Tujuan utama reformasi birokrasi yaitu menghasilkan pelayanan publik yang
responsif, tidak memihak dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya
kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani kepentingan
masyarakat". Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian
tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Reformasi
merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk
buruknya kinerja birokrasi.
Dikarenakan keadaan
birokrasi Indonesia yang masih kacau balau pasca orde baru, maka diperlukan
adanya reformasi birokrasi di setiap lembaga birokrasi di Indonesia. Oleh
karena itu, kita selaku masyarakat dan warga negara perlu mengetahui apa itu
reformasi birokrasi, selain itu juga agar masyarakat dapat mengetahui seberapa
efektif reformasi birokrasi yang sudah berjalan di lembaga-lembaga birokrasi
Indonesia sampai saat ini.
Reformasi birokrasi,
adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Pengertian reformasi
birokrasi sendiri ialah, suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem yang
tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Reformasi birokrasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada
proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan
sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang
bersinggungan dengan authority atau formal power (kekuasaan).
B. Tujuan Reformasi Birokrasi
Reformasi
birokrasi bertujuan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
sehingga bisa memberikan kesejahteraan dan rasa keadilan
pada masyarakat banyak. Di sisi lain birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya terfokus
kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan. Proses
reformasi yang harus dilakukan
birokrasi nampaknya bukan hal yang mudah karena harus memformat ulang dengan penuh kritik dan tindakan korektif struktur dan
konfigurasi birokrasi itu dari yang serba sakral feodal ke serba rasional dan profesional. Proses
reformasi dari berfikir nuansa serba priyayi (ambtenaar) ke arah birokrasi dengan konfigurasi otoritas
yang rasional, yang dalam tataran empirik dari
budaya minta dilayani menjadi budaya melayani sebagai abdi masyarakat (publicservice).
Menurut konsep birokrasi Weberian bahwa kekuasaan
ada pada setiap hirearki jabatan. Semakin tinggi
hirearki tersebut semakin tinggi kekuasaannya. Demikian sebaliknya semakin rendah hirearkinya akan semakin rendah pula
kekuasaannya. Rakyat adalah paling rendahhirearkinya sehingga ia tidak
mempunyai kekuasaan apapun.
Disiplin birokrasi
model Weber menyatakan bahwa hirearki bawah tidak boleh berani atau tidak boleh melawan kekuasaan hirearki atas
(dalam Thoha, 1999). Tugas utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi
kebutuhan yang diinginkan oleh
masyarakat. Demikan pentingnya pelayanan publik oleh pemerintah ini sehingga sering dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu
rezim pemerintah, terlebih sekarang ketika paradigma Good Governance (kepemerintahan yang baik) dikedepankan
dimana akuntabilitas, efektivitas dan
efesiensi dijadikan tolok ukur dalam pelayanan sektor publik.
Telah disampaikan pula
pada pembahasan sebelumnya di atas, bahwa tujuan dari reformasi birokrasi menurut
Prof. Prijono, "Tujuan utama reformasi birokrasi yaitu menghasilkan
pelayanan publik yang responsif, tidak memihak dan profesional yang bertujuan
mengurangi rendahnya kepercayaan terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani
kepentingan masyarakat".
Secara umum bahwa
tujuan dari reformasi birokrasi itu sendiri adalah untuk merubah tatanan,
sistem, tingkah laku dan arah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah sebagai penyelenggara negara, yang pada mulanya terkesan bahkan
terasa otoriter, penuh dengan KKN diubah kedalam keadaan birokrasi yang bersih
dan netral. Oleh karena itu lembaga Eksekutif yang berperan sebagai pelaksana
aturan-aturan yang telah dibuat olehnya (lembaga Eksekutif itu sendiri ata
persetujuan Legislatif) serta lembaga-lembaga tinggi negara lainnya yang
berwenang untuk membuat kebijakan / peraturan. Harus dapat mengkordinir
perangkat-perangkat birokrasi yang bersih (bebas kolusi, korupsi dan nepotisme)
yang berpihak kepada kepentingan rakyat.
C. Strategi Terwujudnya Reformasi Birokrasi
Menurut Prof. Eko
Prasojo, guru besar sekaligus ahli administrasi negara dari FISIP UI, untuk
terwujudnya reformasi birokrasi, maka diperlukan strategi-strategi reformasi
birokrasi, yaitu :
2.
Level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen berbasis
kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap kepentingan
masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan
Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
3. Level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service
quality meliputi dimensi tangibles,
reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
4. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan
pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.
Selain memerlukan strategi-strategi,
dipelukan pula tahapan-tahapan reformasi birokrasi, yaitu meningkatkan
pelayanan publik guna mendapatkan kembali kepercayaan rakyat, pelayanan publik
yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, serta perbaikan tingkat
kesejahteraan pegawai.
D. Pengertian Tata Pemerintahan yang Baik (GOOD
GOVERNANCE)
1.1
Arti
Good governance
Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan,
adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi
guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan
mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan
menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Definisi lain menyebutkan governance adalah
mekanisme pengelolaan sumber
daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh seckor negara dan
sector non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada
yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan
pertama dari terminology governance
membantah pemahaman
formal tentang bekerjanya institusiinstitusi negara. Governance mengakui bahwa didalam
masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan
keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.
Meskipun mengakui ada banyak aktor yang terlibat
dalam proses sosial, governance bukanlah sesuatu yang terjadi secara chaotic,
random atau tidak terduga.
Ada aturan-aturan main yang diikuti oleh berbagai aktor yang berbeda. Salah satu aturan main yang penting adalah
adanya wewenang yang dijalankan oleh
negara. Tetapi harus diingat, dalam konsep governance wewenang diasumsikan tidak diterapkan secara
sepihak, melainkan melalui semacam
konsensus dari pelaku-pelaku yang berbeda. Oleh sebab itu, karena melibatkan banyak pihak dan tidak bekerja
berdasarkan dominasi pemerintah, maka
pelaku-pelaku diluar pemerintah harus memiliki kompetensi untuk ikut membentuk, mengontrol, dan mematuhi
wewenang yang dibentuk secara kolektif.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa dalam konteks
pembangunan, definisi governance
adalah “mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial
untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumber daya
ekonomi dan social yang substansial dan penerapannya
untuk menunjang pembangunan yang stabil
dengan syarat utama efisien) dan (relatif) merata.”
Menurut dokumen United Nations Development
Program (UNDP), tata pemerintahan adalah
“penggunaan wewenang ekonomi politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negra pada
semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup
seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat
mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka.
1.2
Membangun
Good Governance
Membangun
good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable,
dan membangun pelaku-pelaku di luar Negara cakap untuk ikut
berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam
konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan
baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi
negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi
keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat
wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek
sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara
bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini
diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.
BAB IV
ANALISIS
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan,
birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai
program pembangunan dan kebijaksanaan
pemerintah. Akan tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan
dan pembangunan tersebut, seringkali
mendapatkan kesan berbeda dari pandangan masyarakat.
Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan
adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan
aparatur pemerintahan.
Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu
sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik). Oleh karena itu, untuk menanggulangi
kesan buruk birokrasi yang telah ada selama ini, perlu dilakukan beberapa
perubahan sikap dan perilaku berkaitan dengan birokrasi dan pelakunya
(birokrat), antara lain seperti di bawah ini :
1.
Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat
pendekatan tugas yang diarahkan pada hal
pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.
2.
Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan
organisasi yang bercirikan organisasi modern,
ramping, efektif, dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat
diserahkan kepada masyarakat).
3.
Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem
dan prosedur kerjanya yang
lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern, yaitu pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan
tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya,
dan ketepatan waktu.
4.
Birokrasi harus memosisikan diri sebagai
fasilitator pelayan publik alih-alih sebagai agen
pembaharu (agent of change) pembangunan.
5.
Birokrasi harus mampu dan mau melakukan
transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya
kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel, dan
responsif.
Dari pandangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
organisasi birokrasi yang mampu
memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih
terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Struktur yang desentralistis diharapkan akan lebih
mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat,
sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang
diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam konteks persyaratan budaya
organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capability),
memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan
memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).
BAB V
PENUTUP
Reformasi birokrasi dibutuhkan untuk menjamin
terlaksananya reformasi di bidang lain dalam
suatu pemerintahan yang mengaplikasikan konsep administrasi
pembangunan. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan reformasi
di bidang lain rekomendasi yang pertama harus
dilakukan adalah reformasi birokrasi yang meliputi kelembagaan dan ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan
pengawasan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan. Reformasi
kelembagaan dilakukan melalui perampingan struktur organisasi birokrasi pemerintah di pusat dan daerah untuk
menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Penyusunan organisasi yang didasarkan pada analisis jabatan ini harus terus diupayakan. Oleh karena adanya
tuntutan yang mendesak dan harus dilakukan untuk mendorong proses percepatan reformasi birokrasi, upaya-upaya khusus
di bidang kelembagaan adalah
sebagai berikut :
1.
Melakukan redefenisi kelembagaan birokrasi
termasuk melakukan penataan kelembagaan sesuai
dengan standard operating procedure atau SOP.
2.
Melakukan penerapan audit institusi.
3.
Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan
sistem rekrutmen dan promosi pegawai
sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan dapat diberhentikan jika bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku di lingkungan swasta.
Selanjutnya, usaha untuk mendorong
peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya,
harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :
1.
Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi
pemerintah.
2.
Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.
3.
Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah.
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan yang baik, dapat terwujud
apabila semua lapisan masyarakat turut berperan serta dalam upaya pemberharuan
diberbagai bidang khususnya dalam bidang pelayanan (birokrasi) pemerintah,
karena birokrasi pemerintah merupakan proses interaksi / hubungan antara
pemerintah dan masyarakat serta langkah awal dalam mencapai kemajuan suatu
negara dalam berbagai bidang.
Dan
yang terakhir, untuk mendorong perwujudan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN dapat pula diupayakan kepada
peningkatan pengawasan terhadap
aparatur negara. Pengawasan ini dapat dilakukan melalui
audit internal maupun audit eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
A. Daftar Bacaan :
Thoha, Miftah. Birokrasi & Politik
di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
B. Referensi Lain :
http://www.find-docs.com/reformasi-birokrasi-pemerintahan-indonesia.html
http://www.find-docs.com/tata-pemerintahan-indonesia.html
2 komentar
mantap artikelnya gan.
www.kiostiket.com
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!
Posting Komentar